Inteligensi/kecerdasan secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. (Djaali, 2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan pengetahuan yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan tujuan hidupnya.
Semakin cerdas seseorang maka semakin besar peluang untuk lebih sukses di bandingkan orang yang tidak cerdas, karena Kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang perlu diadakan tes kecerdasan.
Selama ini tes kecerdasan umumnya hanya di berikan kepada orang-orang yang menempuh bangku pendidikan sehingga tampak bahwa tingkat kecerdasan orang yang berpendidikan di anggap lebih baik di bandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan ,namun kenyataan di lapangan tidak semua orang yang tidak berpendidikan tidak cerdas,hal ini di buktikan dengan banyaknya orang yang sukses tanpa melalui jenjang pendidikan yang tinggi contoh para pedagang yang sukses.
Berdasarkan fakta tersebut sebaiknya tes kecerdasan juga di berikan kepada orang-orang yang tidak menempuh bangku pendidikan untuk memperoleh informasi yang lebih jauh tentang factor utama yang mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang selain factor pendidikan formal.
Melihat uraian diatas mengenai intelegensi analitis, kreatif dan praktis yang mempunyai perhatian yang berbeda selama ini dalam wilayah pendidikan. Sehingga tidak dapat merubah cepat keberhasilan pembelajaran suatu sekolah khususnya dan umumnya bangsa dan Negara, maka perlu ada perubahan sistem pembelajaran sekolah yang dapat menyeimbangkan berbagai macam intelegensi peserta didik yang dimiliki, dengan mengawali pemberian tes. Misalnya memberikan pembelajaran tes analitis dari STAT (Stern Triarchic Abilities Test).
Seperti yang dikatakan (Sternberg dalam Santrock, 2009:157) “STAT untuk menilai intelegensi analitis, kreatif dan praktis. Ketiga jenis kemampuan ini diperiksa melalui esai dan soal verbal, soal kuantitatif, serta gambar dan soal pilihan ganda. Tujuannya adalah untuk mendapat penilaian intelegensi yang lebih lengkap dibandingkan dengan yang mungkin didapat dengan tes konvensional”.
Bagian analitis dari STAT sangat mirip dengan konvensional, dimana individu-individu diminta untuk memberikan arti dari kata-kata, melengkapai rangkaian angka dan melengkapi matriks. Bagian praktis dan kreatif berbeda dengan tes konvensional. Sebagai contoh, dalam bagian kreatif, individu menulis sebuah esai tentang rancangan sekolah yang ideal. Bagian praktis meminta seseorang untuk menyelesaikan masalah sehari-hari yang mudah, seperti merencanakan rute dan membeli tiket sebuah acara.
Selain itu memberikan kebebasan dalam pemilihan ekstrakurikuler bagi peserta didik, baik ektrakurikuler olahraga, kesehatan, kesenian, pecinta alam, marching band, pramuka, paskibra, PMR, dll. Dengan batas-batas yang ditentukan oleh dewan sekolah, agar mendapatkan arahan yang jelas terhadap intelegensi yang dimiliki setiap individu.
Tes kecerdasan kedepannya tidak hanya diberikan kepada orang yang menempuh bangku pendidikan, tapi juga diberikan pada orang-orang yang sempat mengenyam bangku pendidikan agar informasi yang diperoleh tentang intelegensi lebih akurat. Sehingga kesepakatan tentang pengertian tentang intelegensi secara utuh bisa tercapai
Merubah paradigma kedepannya mengenai konsep semakin cerdas seseorang semakin besar peluang untuk sukses, walaupun kenyataannya banyak orang yang tidak mengenyam pendidikan tapi dalam kehidupan lebih berhasil.
A. Inteligensi/Kecerdasan
Ada banyak teori mengenai Intelligensi atau kecerdasan dari beberapa ahli diantaranya :
Santrock (2009:151) “Kecerdasan atau keterampilan menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari”. Artinya bahwa seorang individu dapat menyelesaikan masalah dengan kemampuan yang dimilikinya dan berusaha menyesuaikan diri dalam lingkungannya baik yang datang dari lingkungan internal maupun eksternalnya.
Seorang individu yang mempunyai intelligensi tinggi cenderung akan muncul kecerdasannya dalam berbagai lingkungan dimanapun individu itu berada, yang tentu menjadi harapan keluarga, masyarakat bangsa dan Negara untuk menjadi generasi penerus yang tampil lebih baik dalam lingkungan pembelajaran. Seperti yang dikatakan, Slavin (2006:163). Satu hal bahwa terdapat orang-orang ‘pandai’ yang dapat diharapkan tampil dengan baik dalam berbagai jenis situasi pembelajaran.
Kecerdasan (Inteligensi) secara umum dipahami pada dua tingkat yakni: kecerdasan sebagai suatu kemampuan untuk memahami informasi yang membentuk pengetahuan dan kesadaran. Kecerdasan sebagai kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang kita hadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah. Djaali (2006:63) memandang kecerdasan sebagai pemandu dan penyatu dalam mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Artinya bahwa seorang individu bisa menyelesaikan permasalah dengan cepat apabila memadukan dan menyatukan dari berbagai intelligensi-intelligensi, sehingga individu tersebut dapat menyelesaikan permasalahannya dengan secara efektif dan efisien.
Dengan kata lain, orang yang lebih cerdas, akan mampu memilih strategi pencapaian sasaran yang lebih baik dari orang yang kurang cerdas. Artinya orang yang cerdas mestinya lebih sukses dari orang yang kurang cerdas. Yang sering membingungkan ialah kenyataan adanya orang yang kelihatan tidak cerdas (sedikitnya di sekolah) kemudian tampil sukses, bahkan lebih sukses dari dari rekan-rekannya yang lebih cerdas, dan sebaliknya.
Sujiono (2009:177) “Kemampuan yang menentukan cepat tidaknya atau terselesaikan tidaknya suatu masalah yang dihadapi”. Artinya bahwa seorang individu akan terlihat intelligensinya ketika misalnya 2 orang individu yaitu individu A dan individu B dihadapkan dalam satu persoalan yang sama, namun dalam waktu yang ditentukan, salah satu individu tersebut yaitu individu A sudah terlebih dulu dapat menyelesaikan permasalahannya, berbeda dengan individu B membutuhkan banyak waktu lagi untuk menyelesaikan permasalahannya.
Kecerdasan atau inteligensi adalah kemampuan adaptasi dan menggunakan pengetahuan yang di miliki dalam menghadapi berbagai masalah dalam hidup seseorang. Beberapa teori menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan dasar yang dimiliki oleh individu dalam menentukan tujuan hidupnya.
Semakin cerdas seseorang maka semakin besar peluang untuk lebih sukses di bandingksan orang yang tidak cerdas, karena Kecerdasan merupakan kemampuan untuk memproses informasi sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan (problem solved) dan dengan demikian pengetahuan pun bertambah.untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang perlu di adakan tes kecerdasan.
Selama ini tes kecerdasan umumnya hanya di berikan kepada orang-orang yang menempuh bangku pendidikan sehingga tampak bahwa tingkat kecerdasan orang yang berpendidikan di anggap lebih baik di bandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan, namun kenyataan di lapangan tidak semua orang yang tidak berpendidikan tidak cerdas, hal ini di buktikan dengan banyaknya orang yang sukses tanpa melalui jenjang pendidikan yang tinggi contoh para pedagang yang sukses.
Berdasarkan fakta tersebut sebaiknya tes kecerdasan juga di berikan kepada orang-orang yang tidak menempuh bangku pendidikan untuk memperoleh informasi yang lebih jauh tentang factor utama yang mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang selain factor pendidikan formal.
Fakta hasil pendidikan di Indonesia saat ini sudah banyak melahirkan generasi-generasi penerus yang berbeda-beda ditingkatan kemampuannya di seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Perbedaan kemampuan tersebut menjadi budaya pendidikan yang baku, dimana ada peserta didik yang kemampuan IQ nya tinggi ditempatkan pada posisi atas atau menjadi peringkat pertama sedangkan peserta didik yang IQ nya rendah di tempatkan pada posisi bawah.
Perhatian pendidikan memprioritaskan kepada kemampuan IQ peserta didik, yang menekankan peserta didik harus mampu setinggi-tingginya dalam penguasaan analitis. Budaya penghargaan besar hanya untuk siswa yang mempunyai kecerdasan analitis, sementara kemampuan peserta didik itu berbeda-beda ada yang cenderung pada kemampuan kreatifitas, dan praktis.
Santrock (2009:156)mengatakan bahwa “ para siswa yang mempunyai kemampuan analitis yang tinggi, cenderung disukai di sekolah-sekolah konvensional. Mereka cenderung mendapatkan nilai baik di kelas-kelas dimana guru mengajar dan memberikan ujian yang obyektif ”
Dari kutipan tersebut jelaslah bahwa peserta didik yang mempunyai kemampuan analitis tinggi tidak dipungkiri, sangat diharapkan oleh guru, dimana dalam hasil ujian selalu mendapatkan skor yang bagus dalam tes IQ serta nantinya berhak masuk ke perguruan tinggi yang kompetitif.
Sehingga peserta didik yang mempunyai tingkat intelegensi kreatif dan praktis setinggi apapun, jarang dihargai di lingkungan sekolah. Intelegensi analitis yang menjadi icon yang rata-rata lebih besar memberatkan peserta didik karena peserta didik yang mempunyai inteligensi analitis sangat sedikit sekali. Contoh misalkan di setiap sekolah ditingkatan apapun itu, yang mendapat juara pertama terlebih juara umum pasti 1 atau paling banyak 2 orang. Itu kenapa tejadi, karena pendidikan yang dalam hal ini sekolah yang menjadi konteksnya, hanya melihat kemampuan peserta didik dari intelegensi analitis saja, peserta yang mendapat peringkat atau rangking 1 s.d 3 lebih diperhatikan dan mendapat penghargaan lebih dari guru. Makanya jumlah peserta didik yang mempunyai intelegensi analitis lebih sedikit dibanding dengan peserta didik yang mempunyai intelegensi kreatif dan praktis yang jumlahnya jauh lebih besar.
Santrock (2009:156) mengatakan bahwa “ para siswa yang berintelegensi kreatif yang tinggi sering tidak berada di tingkat atas di kelas mereka. Para siswa yang berinteligensi kreatif, mungkin tidak memenuhi harapan para guru tentang bagaimana tugas-tugas harusnya dikerjakan. Mereka memberikan jawaban yang unik, yang membuat mereka mendapat teguran “.
Guru cenderung tidak menyukai dan tidak memberikan penghargaan untuk peserta didik yang mempunyai intelegensi kreatif tinggi yang tidak memberikan tugas sekolah dengan sesuai yang diperintahkan, maka hasil pembelajaran bagaimanapun akan tidak mengalami perubahan selama hanya konsep intelegensi analitis yang diprioritaskan.
Pendidikan di sekolah mempunyai tujuan tertentu yang mengacu pada tujuan nasional, seperti yang tercantum pada Undang-undang RI No 20 tahun 2003 BAB II tentang DASAR, FUNGSI DAN TUJUAN pasal 3 yaitu “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan tersebut tidak akan mungkin tercapai jika konsep dan sistem yang dilaksanakan dalam proses pendidikan hanya mengedepankan inteligensi analitis dan pengembangan inteligensi analitis saja, tetapi harus ada pengembangkan dan perhatian juga dari sekolah untuk peserta didik yang berintelegensi kreatif yang tinggi agar tujuan nasionalpun tercapai yaitu agar dengan pendidikan peserta didik menjadi manusia yang kreatif.
Selain intelegensi analitis tinggi dan intelegensi kreatif tinggi, peserta didik juga ada yang lebih cenderung pada intelegensi praktis seperti peserta didik yang berinteligensi praktis.
Santrock (2009:156) mengatakan bahwa “ siswa yang berinteligensi praktis sering tidak berhubungan baik dengan tuntutan sekolah. Namun siswa-siswa ini sering berprestasi baik di luar sekolah. Keterampilan sosial dan pengetahuan umum mereka memungkinkan mereka untuk menjadi manajer atau wirausaha yang berhasil, meskipun prestasi sekolah tidak istimewa.
Dominan di sekolah ada banyak berbagai macam pilihan ekstrakurikuler, paling sedikit 1 atau 2 pilihan ekstrakurikuler di sekolah. Namun tidak sedikit guru yang tidak menyukai peserta didik yang ikut aktif di ekstrakurikuler tersebut, dengan alasan mengganggu pembelajaran di kelas, kenapa seperti itu pandangan guru? Karena selama ini memandang bahwa pendidikan ekstrakurikuler adalah pendidikan tambahan yang tidak terlalu penting untuk peserta didik. Padahal salah satu untuk mewujudkan peserta didik yang cakap, mandiri dan bertanggung jawab sesuai dengan UU RI No. 3 BAB II pasal 3, adalah dengan adanya sebuah wadah yang mengembangkan inteligensi praktis. Dengan siswa ikut dalam salah satu ekstrakurikuler tersebut memberikan wadah pengembangan untuk mengukur peserta didik dalam inteligensi yang dimilki. Karena inteligensi yang dimiliki setiap peserta didik berbeda-beda yang pada akhirnya setelah selesai jenjang sekolah dituntut untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mandiri. Adapun dalam proses pemenuhuan kebutuhan dirinya sendiri berbeda-beda pula aktifitasnya, ada yang dituntut bisa menjadi ilmuwan, pemimpin perusahaan, guru, seniman, dll. Kesemua itu tidak bisa hanya menggunakan inteligensi analitis saja tetapi membutuhkan inteligensi kreatif dan praktis dalam sebuah lingkungan.
Tidak bisa sukses seseorang dalam bidang seni lukis, seni rupa, tari, suara, dsb bagi orang yang inteligensi analitisnya tinggi, dan yang dibutuhkan untuk kesuksessan dalam bidang tersebut adalah orang-orang yang mempunyai inteligensi kreatif. Begitu pula tidak akan mungkin sukses seorang manager/ pemimpin perusahaan bila yang mengendalikan semua proses tersebut oleh orang yang inteligensi analitisnya tinggi, tetapi yang dibutuhkan adalah orang-orang yang mempunyai inteligensi praktis tinggi yang mampu untuk menjadikan keberhasilan sebuah usaha. Dalam artian inteligensi analitis yang tinggi bukan tidak diperlukan, tetapi diperlukan juga sebagai penyeimbang. Santrock (2009:156).
Oleh karena itu kondisi di berbagai sekolah bahkan di perguruan tinggi tidak akan berubah sampai kapanpun menuju ke yang lebih baik, jika inteligensi analitis saja yang diharapkan bangsa sebagai generasi muda.
B. Hakikat Intelegensi
Kemampuan untuk menyelesaikan masalah, menciptakan suatu produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya masyarakat. (Gardner dalam Sujiono, 2009:176). Artinya bahwa hakikat intelligensi adalah kecerdasan yang sudah dimiliki seorang individu sejak lahir dan merupakan hal yang paling berharga sebagai bekal dalam menjalani kehidupan sehari-hari untuk menciptakan hal-hal yang baru baik karya berbentuk fisik maupun non fisik yang diperlukan oleh manusia sebagai kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Melihat perkembangan jaman sudah masuk pada budaya masyarakat informasi serba tekhnologi, maka pembuatan karya-karya baru diharapkan untuk mempermudah dalam proses aktifitas kehidupan sehari-hari.
Kecerdasan adalah kemampuan adaptasi dan belajar dari pengalaman kehidupan sehari-hari. Kecerdasan merupakan salah satu faktor penting dalam pencapaian suatu tujuan hidup atau kesuksesan bagi seorang individu,namun demikian kecerdasan bukan satu-satunya faktor utama, karena inteligensi ini di pengaruhi oleh banyak faktor seiring dengan perkembangannnya. Faktor-faktor itu diantaranya adalah lingkungan dan proses belajar yang di tempuh oleh seseorang. Santrock (2009:151).
(Huxley dalam Santrock 2009:151) mengemukakakan bahwa anak-anak mempunyai rasa ingin tahu dan kecerdasan yang luar biasa di bandingan. Huxley juga mengatakan bahwa inteligensi merupakan milik manusia yang paling berharga yang tidak dapat di ukur secara langsung, melainkan dapat mengevaluasi kecerdasan melalui tindakan cerdas seseorang, tes inteligensi hanya di gunakan untuk memprediksi tingkat kecerdasan seseorang.
Ormrod (2007:105) mengemukakan bahwa kecerdasan (inteligensi) di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
a. Faktor adaptasi: kemampuan dalam menentukan tujuan,dan beradaptasi terhadap brbagai metode untuk mencapai kesuksesan
b. Faktor kemampuan dalam menggunakan pengetahuan yang di miliki untuk menganlisis dan menemukan cara baru yang efektif untuk menyelesaikan masalah secara cepat.
Faktor interaksi: banyak melibatkan diri dalam interaksi sosial dan mampu melakukan koordinasi dalam kelompok yang memiliki peribadi yang berbeda-beda.
Beberapa faktor tersebut merupakan unsur-unsur penyusun dari intelegensi atau kecerdasan itu sendiri selain faktor-faktor lainnya. Hakikat Intelegensi adalah bagaimana individu itu mampu untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menyelesaikan masalah.
Woolfolk (2007:111) “Kemampuan untuk belajar dalam jumlah pengetahuan yang sudah diperoleh dan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan baik dalam setiap situasi yang baru dari yang pribadi sampai ke lingkungan yang umum”. Artinya seorang individu yang mempunyai sejumlah kecerdasan pasti memiliki kemampuan untuk beradaptasi dalam berbagai lingkungan khususnya lingkungan pribadi dan umumnya lingkungan secara umum.
Dalam Al-Ouran surat 2 (Al-Baqarah ayat 269) yang artinya “Hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil hikmah”. Ayat tersebut mengungkapkan bahwa seorang individu yang memiliki intelligensilah yang mampu memaknai apapun yang terjadi dan yang dialami oleh individu tersebut. (Al-Alaq:15-16) “Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti berbuat kerusakan, niscaya kami tarik ubun-ubunnya. Yaitu ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka”. Dan ayat ini juga mengungkapkan bahwa akan arti pentingnya intelligensi yang dimiliki untuk dapat dipergunakan pada tempat dan jalan yang tepat, jika intelligensi yang sudah dimiliki tidak diaplikasikan maka intelligensi tersebut, lama-kelamaan akan hilang. Misalnya: seorang guru bila memberikan ilmu yang salah kepada peserta didiknya, maka intelligensi yang dimilki tersebut akan hilang pelan-pelan dan tidak akan memberikan makna apapun dari intelligensi yang sudah dimiliknya.
Mengapa Al Quran menyatakan bahwa kepala bagian depan (ubun-ubun) adalah adalah bagian yang penuh dengan kebohongan dan dosa?. Atau dengan kata lain Al Quran menyatakan bahwa apabila manusia ingin berbuat kebohongan ataupun dosa, maka kepala (otak) depanlah yang paling berperan. Lalu apa hubungannya antara kepala (otak) depan , bohong dan dosa?
Bila kita lihat gambar tengkorak manusia bagian depan, kita akan temukan bagian depan otak manusia (lihat gambar 1). Apa yang dapat dijelaskan oleh ilmu faal tentang fungsi bagian ini?. Buku yang berjudul “Essential of Anatomy & Physiology” menyatakan bahwa : Motivasi dan tinjauan masa depan untuk merencankan dan memulai pergerakan terjadi di sel otak bagian depan, daerah inilah yang disebut dengan “prefrontal area”. Selanjutnya buku ini menyebutkan bahwa “ Sehubungan dengan keterlibatannya dalam memotivasi, otak bagian depan (prefrontal area) juga berfungsi sebagai pusat tindakan agresif”
Jadi, bagian inilah yang bertanggung jawab dalam merencanakan, memotivasi dan memulai tindakan baik , bohong dan dosa dan juga bertanggung jawab dalam menyampaikan kebenaran dan kebohongan. Jadi sangatlah tepat untuk menyatakan bahwa :”bagian otak depan adalah pusat tindakan baik, bohong dan dosa”. Persis seperti yang dinyatakan oleh Al Quran 15 abad yang silam.
Beberapa ahli mendeskripsikan intelligensi sebagai keterampilan penyelesaian masalah. Seperti teori Vygotsky, intelligensi harus mencakup kemampuan untuk menggunakan unsur-unsur budaya dengan bantuan dari individu-individu yang lebih terampil. Karena inteligensi adalah sebuah konsep yang abstrak dan luas, tidaklah mengejutkan bahwa ada begitu banyak cara untuk mendefinisikannya dan mengukurnya. Santrock (2009:151).
C. Macam-macam Intelligensi
Sternberg dalam Santrock (2009:156), mengatakan bahwa siswa yang memiliki pola triarchic, yang berlainan terlihat berbeda di sekolah. Secara umum macam-macam intelligensi dibedakan menjadi 3 diantaranya:
Inteligensi Analitis, yaitu : kecerdasan yang lebih cenderung dalam proses penilaian objektif dalam suatu pembelajaran dalam setiap pelajaran, selalu mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap hasil ujian. Misalnya: seorang individu dalam ujian disetiap pelajarannya selalu mendapatkan nilai di atas rata-rata.
Inteligensi Kreatif, yaitu : kecerdasan yang lebih cenderung pada sifat-sifat yang unik, merancang hal-hal yang baru. Misalnya: seorang peserta didik diinstrusikan untuk menuliskan kata “P O H O N” oleh gurunya, tetapi jawaban seorang individu yang kreatif dengan menggambarkan sebuah pohon.
Inteligensi Praktis, yaitu : kecerdasan yang berfokus pada kemampuan untuk menggunakan, menerapkan, mengimplementasikan, dan mempraktikan. Misalnya: seorang individu mendapatkan skor rendah dalam tes IQ tradisional, tetapi dengan cepat memahami masalah dalam kehidupan nyata, contohnya dalam pembelajaran praktikum di laboratorium, akan cepat memahami karena dibantu dengan berbagai peralatan dan media.
D. Paradigma Multiplle Inteligensi dalam Pendidikan
Multiplle Intelligences yang mencakup delapan kecerdasan itu pada dasarnya merupakan pengembangan dari kecerdasan otak (IQ), kecerdasan emosional (EQ), kecerdasan spiritual (SQ). semua jenis kecerdasan perlu dirangsang pada diri anak sejak usia dini, mulai dari saat lahir hingga awal memasuki sekolah. (Kompas dalam jurnal pendidikan Penabur 2005).
Yang menjadi pertanyaan terbesar, mampukah dan bersediakah setiap insan yang berkecimpung dalam dunia pendidikan mencoba untuk mengubah pola pengajaran tradisional yang hanya menekankan kemmapuan logika (matematika) dan bahasa? Bersediakah segenap tenaga kependidikn bekerjasama dengan orang tua bersinergi untuk mengembangkan berbagai jenis kecerdasan pada peserta didik di dalam proses belajar yang dilaksanakan di lingkungan lembaga pendidikan?
Teori multiplle Intellegences bertujuan untuk mentransformasikan sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai macam pola pikirnya yang unik.
Ada beberapa macam kecerdasan yang diungkapkan oleh (Gardner dalam Santrock, 2009:156), (Woolfolk, 2007:113), (Slavin, 2006:165), (Stefanakis dalam Sujiono, 2009: 184), yaitu :
Intelegensi keterampilan verbal: kemampuan untuk berpikir dengan kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengungkapkan makna. Contohnya: seorang anak harus berpikir secara logis dan abstrak untuk menjawab sejumlah pertanyaan tentang bagaimana beberapa hal bisa menjadi mirip. Contoh pertanyaannya “Apa persamaan Singan dan Harimau”?. Cenderung arah profesinya menjadi: (penulis, jurnalis, pembicara).
Intelegensi keterampilan matematis: kemampuan untuk menjalankan operasi matematis. Peserta didik dengan kecerdasan logical mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Cenderung profesinya menjadi: (ilmuwan, insinyur, akuntan)
Intelegensi kemampuan ruang: kemampuan untuk berpikir secara tiga dimensi. Cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (Internal imagery) sehingga cenderung imaginaif dan kreatif. Contohnya seorang anak harus menyusun serangkaian balok warna/i agar sama dengan rancangan yang ditunjukan penguji. Koordinasi visual-motorik, organisasi persepsi, dan kemampuan untuk memvisualisasi dinilai secara terpisah.
Contoh:
“gunakanlah balok-balok tersebut menjadi tersusun rapi seperti contoh gambar di sebelah kiri”
Cenderung menjadi profesi : (arsitek, seniman, pelaut)
Inteligensi kemampuan musical: kepekaan terhadap pola tangga nada, lagu, ritme, dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentransformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan music. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosakata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah komposisi music. Misalnya dalam pelajaran kerajinan tangan dan kesenian (kertakes), seorang individu akan cepat memahami pelajaran dan berani menyanyikan/memainkan peralatan musik. Cenderung berprofesi menjadi: (composer, musisi, dan ahli terapi musik).
Inteligensi Keterampilan kinestetik tubuh: kemampuan untuk memanipulasi objek dan mahir sebagai tenaga fisik. Senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki control pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Cenderung berprofesi menjadi: (ahli bedah, seniman yang ahli, penari, atlet)
Inteligensi Keterampilan intrapersonal: kemampuan untuk memahami diri sendiri dengan efektif mengarahkan hidup seseorang. Memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan social. Mereka mengetahui kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Cenderung berprofesi menjadi : (teolog, psikolog).
Inteligensi keterampilan interpersonal: kemampuan untuk memahami dan secara efektif berinteraksi dengan orang lain. Pintar menjalin hubungan social, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Cenderung berprofesi menjadi : (guru yang berhasil, ahli kesehatan mental).
Inteligensi keterampilan naturalis: kemampuan untuk mengamati pola di alam serta memahami system buatan manusia dan alam. Menonjol ketertarikan yang sangat besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, diusia yang sangta dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan, dan hujan, asal-usul binatang, peumbuhan tanaman, dan tata surya. Cenderung berprofesi menjadi: (petani, ahli botani, ahli ekologi, ahli bentang darat).
Inteligensi emosional : kemampuan untuk merasakan dan mengungkapkan emosi secara akurat dan adaftif (seperti memahami persfektif orang lain).
intelligensi dapat diklasifikasikan menurut :
GARDNER STERNBERG SALOVEY/MAYER
VerbalMatematis Analitis
RuangGerakanMusikal Kreatif
InterpersonalIntrapersonal Kreatif Emosional
Naturalis
Intelligensi verbal, matematis dan analitis merupakan kelompok Intelligences Question. Intelligensi ruang, gerakan, musical, naturalis dan kreatif merupakan kelompok Spiritual Question, dan Intelligensi interpersonal, intrapersonal, praktis dan emosional merupakan kelompok Emosional Question.
IQ : Kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Contoh: 3 x 3 = 9
EQ : Kemampuan mendengar suara hati sebagai sumber informasi. Contoh : Komitmen, loyalitas, dan kepekaan
SQ : Kemampuan member makna puncak seperti ritual (Ultimate meaning). Contohnya : Spiritualisasi pekerjaan.
(Agustian, power point ESQ, slide:13)
E. Otak dan Intelligensi
Berbicara intelligensi tentu saja berbicara otak, karena semua informasi, gerakan, respon semuanya bermuara di otak. Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume 1.350 cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran/ intelligensi. Otak dan sel saraf di dalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognisi.
Otak manusia terdiri dari beberapa bagian diantaranya : otak besar, otak tengah, otak belakang dan otak kecil. Kesemuanya itu saling mempengaruhi dan memperkuat dalam kinerja perdetiknya. Otak besar yang terletak di depan yang mempunyai 2 belahan yaitu, otak kanan dan otak kiri. Belahan kanan mengatur dan melayani tubuh bagian kiri dan sebaliknya belahan otak kiri mengatur dan melayani otak kiri. Jika otak belahan kiri mengalami gangguan maka tubuh bagian kanan mengalami gangguan bahkan mungkin kelumpuhan. (http//:gemasastrin.htm).
Otak kiri berkecenderungan untuk pemahaman matematika, bahasa, membaca, menulis, logika, sequences (urutan), sistematis, analitis, obyektif, perlu uji, dan perlu data (valid dan terandal). Sedang otak kanan berkecenderungan untuk pemahaman kreatifitas, konseptual, inovasi, gagasan, gambar, warna, music, irama, melodi, subyektif, acak, tidak logis, rasa, keyakinan, tidak ilmiah dan bermimpi.
Otak kiri dan otak kanan tersebut akan dihubungkan oleh dendrit yaitu lapisan dalam yang berwarna putih yang banyak mengandung serabut saraf. Yang nantinya akan masuk dalam short term memori (STM), dimana bila seorang peserta didik melihat the first impression dari gurunya yang menarik maka panca indera peserta didik yang mendapat ketertarikan peran gurunya tersebut akan di respon oleh panca inderanya tersebut dan masuk pada STM. Jika dilakukan pembelajaran diulang-ulang atau refitisi maka peserta didik akan mengalami pemahaman yang masuknya nanti pada long term memori (LTM). STM dan LTM semuanya bermuara di otak, jika peserta didik sudah memahami pelajaran yang disampaikan gurunya, maka peserta didik akan mengalami proses berpikir dan memahami apa yang meski dilakukan atau bersikap. Seperti pada gambar di bawah ini yang menggambarkan belahan otak kanan dan otak kiri yang sangat berhubungan erat dan saling mempengaruhi:
(gb. Perbedaan otak kiri dan otak kanan)
Belahan otak kanan dan otak kiri mempunyai Anatomi otak yang berbeda fungsinya, otak merupakan alat untuk memproses data tentang lingkungan internal dan eksternal tubuh yang diterima reseptor pada alat indera. Data tersebut dikirimkan oleh urat saraf yang dikenal dengan system saraf keseluruhan. System saraf ini memungkinkan seluruh urat saraf mengubah rangsangan dalam bentuk impuls listrik. Kemudian impuls listrik dikirim ke pusat system saraf yang berada di otak dan urat saraf tulang belakang. Disinilah data diproses dan direspon dengan rangsangan yang cocok. Biasanya dalam tahap ini timbul saraf efektor, yang berfungsi untuk mengirimimpuls saraf ke otot sehingga otot berkontraksi atau rileks.
Di dalam jaringan system saraf pusat terdapat hirarki control. Bayak rangsangan sederhana berhubungan dengan tindakan reflex/aksi spontan (misalnya, dengan cepat kita mengibaskan tangan saat menyentuh pirig panas). Otak tidak tidak terlibat langsung dalam proses ‘identifikasi’ mengenai tindakan reflex. Tapi tindakan reflex tersebut diproses di saraf tulang belakang. Meskipun otak otak tidak terlibat langsung dalam proses yang berhubungan dengan aksi spontan, tetap saja kita akan mencerna data/rangsangan yang dipersepsi alat indera. Contohnya kita tidak serta-merta menumphkan sepiring penuh makanan tanpa alasan kecuali piring itu memang panas sehingga kita reflex menumpahkannya. Atau bisa juga hal itu disebabkan oleh stress yang kita alami.
Fenomena semacam ini adalah fungsi yang rumit yang terjadi di otak. Bernafas, keseimbangan, menelan, dan mencerna terjadi karena fungsi otomatis otak. Dan kita tidak menyadari bahwa proses tubuh tersebut membutuhkan control yang lembut dan tekhnik mengatur yang baik. Otak purba mengontrolnya secara relatif. Misalnya kita akan menoleh jika seseorang memanggil nama kita di jalan. Aksi tersebut dikontrol oleh bagian otak yang lebih baru. Otak dan urat saraf tulang belakang dilindungi oleh tulang (tengkorak dan tulang belakang secara brurutan) dan dikelilingi oleh cairan otak yang berfungsi sebagai alat penahan goncangan.
Otak Nampak seperti sebuah kembang kol yang beratnya rata-rata 1,2 kg pada laki-laki dan 1 kg pada perempuan. Otak dapat dibagi ke dalam 3 bagian umum yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Posisi bagian-bagian otak tersebut tidak sesuai dengan namanya, seperti otak depan tidak berada di bagian depan. Karena nama bagian-bagian tersebut didasarkan pada posisi saat manusia masih berbentuk embrio. Kemudian posisi bagian-bagian otak tersebut berubah selama perkembangan janin dalam kandungan. Otak belakang terletak di dasar kepala, terdiri dari empat bagian fungsional, yaitu medulla oblongata, pons, bentuk reticular dan cerebellum. Seperti pada gambar berikut: (http//Wikimedia common:otak)
Diantara pusat otak dan korteks terletak system limbic (berasal dari bahasa latin yang berarti batas). Anatomo system limbic ini memungkinkan kita mengontrol insting/naluri kita. Misalnya, kita tidak serta merta memukul seseorang yang tidak sengaja menginjak kaki kita. System limbic terdiri dari tiga bagian utama, yaitu amygdale dan septum yang berfungsi mengontrol kemarahan, agresi, dan ketakutan, serta hippocampus yang penting dalam merekam memori baru.
Korteks (korteks cerebal) adalah helaian saraf yang tebalnya kurang dari 5 mm, tapi luas bagiannya mencapai 155 cm. korteks menyusun 70 % bagian otak. Lipatan korteks yang erat kaitannya dengan tengkorak manusia membuat otak tampak berkerut. Saraf dalam korteks memproses data. Korteks mempunyai sejumlah struktur dan bagian-bagian fungsional yaitu bagian kiri dan kanannya.
Beberapa ahli berpendapat bahwa kedua belahan otak dihubungkan oleh sebuah bundle serat tebal yang disebut corpus callsum yang membantu menyatukan aktifitas otak (memberitahu otak kiri tentang apa yang dilakukan otak kanan, juga sebaliknya). Dalam korteks ada empat lobus atau cuping, yaitu temporal, frontal, occipital, dan parietal. Lobus frontal berhubungan dengan konsentrasi, lobus temporal berhubungan dengan bahasa dan ingatan, lobus parietal berhubungan dengan sensor data, dan lobus occipital berhubungan dengan penglihatan dan persepsi. Jadi proses kesadaran pikiran bergantung pada interaksi kompleks di bagianbagian otak.
(Porter&Hernacki dalam Wikimedia common: otak), menyatakan bahwa otak dibagi dalam 3 bagian dasar, yaitu batang atau otak reptile, sisitem limbic atau otak mamalia dan neokorteks. Ketiga bagian tersebut masing-masing berkembang pada waktu yang berbeda dan mempunyai struktur syaraf tertentu serta mengatur tugasnya masing-masing. Batang atau otak reptile adalah komponen kecerdasan terendah dari manusia. Ia bertanggung jawab terhadap fungsi-fungsi sensor motorik sebagai insting mempertahankan hidup dan pengetahuan tentang realitas fisik yang berasal dari pancaindera. Apabila otak reptile ini dominan, maka kita tidak dapat berfikir pada tingkat yang sangat tinggi.
Di sekeliling otak reptile terdapat system limbic yang sangat kompleks dan luas. Sistim limbic ini terletak di tengah otak yang fungsinya bersifat emosional dan kognitif. Perasaan, pengalaman yang menyenangkan, memori dan kemampuan belajar dikendalikan oleh sisitem limbic ini. Sistim ini juga merupakan panel control yang menggunakan informasi dari pancaindera untuk selanjutnya didistribusikan ke bagian neokorteks. Neokorteks adalah bagian otak yang menyimpan kecerdasan yang lebih tinggi. Penalaran berfikir secara intelektual, pembuatan keputusan, bahasa, perilaku yang baik, kendali motorik sadar dan penciptaan gagasan berasal dari pengaturan neokorteks. Menurut Gardner dalam Santrock (2009: 156), kecerdasan majemuk (multiple intelligensi) berada pada bagian ini. Bahkan pada bagian ini pula terdapat intuisi yaitu kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak diterima oleh pancaindera. Bagian-bagian otak tersebut mempunyai fungsi yang berbeda-beda dalam kinerjanya, lebih jelas bisa dilihat pada gambar beikut:
Jaringan otak orang hidup menghasilkan gelombang-gelombang listrik yang berfluktuasi pada tahun 1929. Alat ini disebut Electroencephalograph atau disingkat EEG, dengan menempelkan sepasang electrode di kulit kepala, maka dapat diketahui perbedaan tegangan arus listrik padanya. Apabila di layar monitor electroencephalograph tidal lagi terlihat adanya gelombang, maka orang tersebut secara medis telah mati, meskipun di bagian tubuh lain masih ada gerakan. Frekwensi gelombang EEG dihitung dengan jumlah cycles per second atau cps (Hertz-Hz).
Gelombang delta adalah kondisi orang sedang tidur yang frekwensinya antara 0,5 s.d 3,5 cps. Orang tidur tanpa mimpi, otaknya menghasilkan gelombang delta, sedangkan orang koma gelombang otaknya hanya 0,5 cps. Tidur rutin untuk manusia, adalah upaya untuk memulihkan kondisi sel-sel tubuhnya termasuk sel otak yang telah bekerja berat seharian. Oleh karena itu orang sakit perlu banyak tidur beristirahat. Glombang theta dengan putaran 3,5 s.d 7 cps, terjadi saat orang bermimpi. Mimpi ditandai dengan gerakan bola mata yang cepat. Perasaan bermimpi yang terasa lama sekali, pada hakekatnya hanya berlangsung dalam hitungan detik. Hal ini karena ukuran waktu yang dipakai orang yang bermimpi ialah waktu ukuran ruh. Bukankah waktu ribuan tahun di dunia, hanya sekejap saja menurut ukuran akhirat. Para penemu, pencipta musisi bekerja dalam kondisi gelombang theta. Gelombang Alpha antara 7 s.d 13 cps. Terjadi pada kondisi normal orang dewasa bekerja, tanpa dibebani pikiran macam-macam, tanpa target yang berat.
Berdasarkan informasi yang diserap oleh gelombang-gelombang di atas, maka terdapat jenis-jenis informasi
Memori otak manusia kerjanya mirip dengan memori komputer. Pada komputer, memorinya disebut RAM (Random Access Memory) berfungsi merekam, memelihara dan memanfaatkan informasi baru. Pada manusia, fungsinya lebih luas lagi mencakup perbendaharaan kata, pengetahuan bahasa, semua informasi yang telah kita pelajari, pengalaman hidup pribadi, segala kemahiran yang telah dipelajari dari mulai berjalan, berbicara hingga prestasi musik dan olahraga.
Klasifikasi Memori. Para ahli membagi memori otak manusia menjadi dua yaitu memori jangka pendek (short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory). Memori jangka pendek adalah memori yang cepat diingat, cepat lupa dan kapasitasnya terbatas, sedangkan memori jangka panjang adalah memori yang lambat dilupakan dan kapasitasnya tidak terbatas. Memori jangka panjang dibagi menjadi dua yaitu memori deklaratif (eksplisit) dan memori non deklaratif (implisit/prosedural). Memori deklaratif/eksplisit adalah memori yang dimaksud seperti kebanyakan orang dengan memori. Memori deklaratif/eksplisit disimpan di dalam korteks serebral tepatnya di hipokampus. Memori deklaratif/eksplisit dibagi lagi menjadi dua, yaitu memori episodik dan memori semantik. Memori episodik adalah memori tentang pengalaman-pengalaman diri sendiri yang biasanya berhubungan dengan riwayat hidup. Memori semantik berisikan jumlah total pengetahuan yang dimiliki seperti perbendaharaan kata, pemahaman matematika dan segala fakta yang diketahui. Memori non deklaratif/implisit/prosedural berisikan antara lain kemahiran, kategori, priming, hubungan dasar dan keterbiasaan (classical conditioning). (http//Wikimedia common:otak).
Keadaan memori di atas boleh jadi merupakan tanda-tanda otak seorang individu membutuhkan “makanan baru”. Rutinitas pekerjaan dan tenggat waktu yang ketat seringkali membuat orang melupakan kesempatan me-recharge baterai alami sekaligus prosesor komputer tercanggih yang dimiliki: Otak.
Kebiasaan beraktivitas, pola makan dan teman-teman bergaul, perlu diperiksa lagi agar kecanggihan mesin ajaib di tubuh dalam keadaan terawat. Kebiasaan lama ibarat jalan tol sepanjang 100 km menuju lokasi tujuan yang dilalui oleh ribuan kendaraan. Namun, aktivitas baru dapat dianalogikan dengan jalan setapak yang sangat mungkin berjarak 50 km ke lokasi yang tuju. Jadi mendengar musik yang itu-itu saja dan membaca surat kabar yang sama setiap hari membuat orang merasa jalan tol ini adalah rute paling dekat menuju tujuannya.
Berikut ini beberapa tips yang dapat membuat seorang individu lebih cepat membangun dan menemukan jalan setapak baru yang lebih singkat: (http//Wikimedia common:otak)
Baca majalah/surat kabar/buku dengan topik yang belum pernah dikenali sebelumnya. Informasi yang sama sekali baru, adalah bahan bakar dari proses kreatif.
Ikuti kelas-kelas keterampilan baru, seperti: kursus fotografi, keterampilan menulis kreatif, kursus mematung, kursus menggambar atau kursus menari India. Aktivitas motorik yang sama sekali baru dapat memberi perspektif baru dalam kegiatan sehari-hari yang jalani.
Hasilkan sesuatu: artikel, tulisan, gambar, sketsa dan lukisan. Seorang Individu dapat juga membuat coretan berupa simbol-simbol dari alur pekerjaanseorang individu. Coretan berupa simbol dapat membantu seorang individu berpikir secara simbolis dan visual. Bila individu terbiasa berpikir dengan kata-kata, berpikir dengan gambar, akan memudahkan lahirnya ide baru. Perasaan produktif juga dapat memacu individu untuk menghasilkan hal lain lagi.
Lakukan Olahraga ritmis dan bersifat aerobik secara teratur. Berenang, jogging dan jalan cepat bermanfaat jika sedang tersendat saat berpikir suatu masalah. Aktivitas repetitif semacam ini memudahkan kegiatan berpikir di bawah sadar ‘meloncat’ keluar.
Nikmati musik. Dengarkan lagu-lagu dari jenis musik yang berbeda dari yang biasa didengar. Ingin melakukan aktivitas mental yang lebih rumit? Kalau perlu belajar untuk memainkan instrumen musik baru.
Memasak. Ini serius! Mengolah makanan yang mentah menjadi sajian yang matang dan menggoda dengan seluruh proses prosedur memasak melibatkan seluruh otak seorang individu. Jika ingin sekalian menikmatinya, jangan lupakan kerang dan ikan laut. Makanan berprotein tinggi adalah amunisi andalan bagi otak.
Bertemu dan bersosialisasi dengan orang baru. Membangun hubungan dengan orang baru menambah persepsi baru tentang hidup dan kehidupan. Pelajari cara orang lain memandang masalah dan menyelesaikannya.
Lalui rute baru di perjalanan. Secara aktif mencari jalur alternatif baru selain menambah peluang menghindari kemacetan juga dapat melatih kemampuan keruangan dan daya ingat.
Jadi jangan biarkan sel-sel otak diam sehingga lama-kelamaan menyusut. Rawat dan kembangkan kemampuan agar benda ajaib ini dapat berproduksi optimal.
Setiap Manusia Normal dilahirkan dengan kapasitas otak yang hampir sama, yakni 1.2 kg pada pria, dan 200 gram lebih sedikit pada wanita. Ini berarti, setiap orang memiliki POTENSI yang sama untuk sukses, termasuk dalam hal belajar. Bila peserta didik telah merasa belajar dengan keras, tekun namun belum juga mendapatkan hasil yang diinginkan, hal tersebut berarti ada yang salah dengan METODE BELAJAR nya, atau kemungkinan besar peserta didik tidak memiliki metode Belajar sama sekali! Jika demikian halnya, Peta Sukses Belajar Cerdas bisa menjadi salah satu alternative Metode Belajar yang cerdas dan efektif-efisien. (http//Wikimedia common:otak).
F. Pengukuran Inteligensi
Intelegensi tidak dapat di ukur seperti tinggi badan atau berat badan, karena kecerdasan hanya dapat di ukur secara tidak langsung melalui tindakan cerdas yang di lakukan seseorang dan melalui tes intelegensi secara tertulis.
Santrock (2009:152) mengemukakan bahwa tes kecerdasan yang dapat di lakukan dalam bentuk tertulis adalah tes culture-fair.
Tes culture-fair yaitu tes yang menghindari tes budaya, tes tersebut telah di kembangkan dalam dua jenis yang bebas bias budaya. Yang pertama mencakup pertanyaan yang di kenal orang-orang dari semua latar belakang sosial ekonomi dan etnis. Misalnya pertanyaan untuk orang-orang yang memiliki pendidikan yang tinggi akan berbeda dengan orang yang belum berpendidikan tinggi.
1. Tes Inteligensi Individual
Tes 1905 scale, dinamakan tes 1905 karena tes ini ditemukan pada tahun 1905 oleh Alfred Binet. Tes ini terdiri dari 30 pertanyaan, yang berkisar dari kemampuan untuk telinga seseorang sampai kemampuan untuk menggambarkan rancangan dari ingatan dan mendefinisikan konsep-konsep abstrak.
Tes Binet mengembangkan konsep Usia mental, tingkat perkembangan mental seseorang bila dibandingkan dengan orang lain. Pada tahun 1912 William Stern menciptakan konsep intelligence question (IQ), yang merujuk pada usia mental seseorang dibagi usia kronologis, dikali 100 yaitu IQ = MA/CA x 100.
Apabila usia mental sama dengan usia kronologis, maka IQ nya adalah 100. Apabila usia mental di atas usia kronologis, IQ nya lebih dari 100. Tes Stanford-Binet saat ini dilakukan secara individual untuk orang yang berusia 2 tahun sampai dewasa. Tes ini mencakup berbagai soal, beberapa soal membutuhkan respon verbal, soal yang lainnya membutuhkan respon non verbal.
Tes skala Wechsler, yang dikembangkan oleh david Wechsler. Tes tersebut mencakup Wechsler Presscool dan Primary scale of intelegence III (WPPSI III) untuk mengetes anak-anak berusia 4-6,5 tahun, Wechsler Intelegence scale for children – IV Integrated (WISC-IV Integrated) untuk anak-anak dan para remaja berusia 6 s.d 16 tahun, dan Wechsler Adult Intellegence Scale (WAIS III).
Selain IQ secara keseluruhan, skala Wechsler juga menghasilkan IQ verbal dan IQ kinerja (berdasarkan soal-soal yang tidak membutuhkan respons verbal). Soal IQ verbal didasarkan pada 6 subskala verbal, IQ kerja pada lima subskala kinerja. Skala tersebut memungkinkan penguji dapat dengan cepat pola kekuatan dan kelemahan dalam area intelegensi siswa yang berbeda-beda. (Woolger dalam Santrock, 2009:153).
2. Tes Intelegensi kelompok
Tes intelegensi kelompok mencakup Lorge-Throndike Intellegence test, Khulman Anderson Intellegence tes, dan Otis –Lennon School Mentak Abilities Test. Tes intelegensi kelompok lebih mudah dan lebih ekonomis daripada tes individual, tetapi tes intelegensi kelompok mempunyai kekurangan. Ketika sebuah tes diberikan dalam satu kelompok besar, penguji tidak bisa membangun koneksi, menentukan tingkat kegelisahan siswa, dsb. (Drummond dalam Santrock, 2009:154).
Dalam situasi tes kelompok besar, para siswa bisa jadi tidak memahami perintah atau mungkin terganggu oleh siswa lain. Oleh karena keterbatasan tersebut, saat membuat keputusan penting mengenai siswa, tes intelegensi kelompok perlu dilengkapai dengan informasi kemampuan siswa tersebut. Untuk hal itu, strategi yang sama berlaku untuk tes intelegensi individual, meskipun biasanya bersikap bijaksana untuk tidak mempercayai begitu saja akurasi skor inteligensi nilai kelompok. Banyak siswa mengerjakan tes dalam kelompok-kelompok besar di sekolah, tetapi keputusan untuk menempatkan seorang siswa dlam satu kelas bagi siswa-siswa yang mempunyai keterbelakangan mental, kelas pendidikan khusus , atau kelas untuk sisiwa-siswa yang berbakat seharusnya tidak hanya didasarkan pada tes kelompok.
G. Implementasi Inteligensi dalam Pendidikan
Kondisi saat ini dalam aplikasi pendidikan di Indonesia masih mengedepankan intelegensi analitis dan mengenyampingkan intelegensi-intelegensi lainnya seperti, kreatif dan praktis. Padahal intelegensi analitis tidak melahirkan banyak selain dari konsep-konsep pengetahun, sementara karakter individu itu lain-lain kemampuannya. Banyak individu yang berkompetensi dari intelegensi kreatif dan praktis, namun jika disekolah tidak diseimbangkan penerapan intelegensi-intelegensi tersebut pada peserta didik, maka perubahan progressif pendidikan akan mengalami perubahan yang sangat lambat sekali.
Implementasi intelegensi analitis, kreatif dan praktis yang ditunjang dengan multiplle intelligence termasuk intelegensi emosional di dalamnya, harus dirumuskan dan diterapkan pada tingkatan-tingkatan sekolah sebagai awal pembelajaran kedepannya untuk menjadi individu yang ahli dan professional.
Intelegensi merupakan kemampuan manusia untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menyelesaikan masalah.
Intellgensi harus diterapkan dalam proses pembelajaran dalam setiap tingkatan di sekolah bahkan sampai perguruan tinggi, baik itu intelegensi umum (analitis, kreatif, praktis), maupun 8 intelegensi khusus dan intelegensi emosional.
Intelegensi merupakan kemampuan dasar yang menjadi dasar utama untuk menentukan dan mencapai kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini sangat di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal diri seseorang. Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi namun secara sederhana jenis-jenis kecerdasan di bagi atas, keterampilan verbal, keterampilan matematis, kemampuan ruang dan kemampuan musical.
Semua intelligensi bermuara di otak, otak kanan dan otak kiri yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mempengaruhi dan memperkuat. Tidak ada perbedaan diantara otak kanan dan otak kiri manusia
Saran:
Perlu ada upaya untuk dapat menyimpulkan pengertian dari intelegensi secara seragam sehingga kemudian di peroleh metode yang tepat dalam mengukur tingkat kecerdasan seseorang.
Implementasi intelegensi tersebut dapat direalisasikan secara kontinyu untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat besar untuk peserta didik khususnya dan sekolah umumnya.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya, kita ketahui manusia memiliki otak seperti halnya juga hewan, namun otak pada hewan hanya dipergunakan untuk mempelajari segala sesuatunya berdasarkan kebiasaan tanpa dapat mengembangkannya (belajar dan berpikir lanjut) karena cara berpikir yang terjadi pada hewan berdasarkan instingnya. Hal ini dapat kita lihat jika seekor anjing sebagai salah satu hewan yang paling pandai dan mudah untuk di ajar (bersahaja dengan manusia) yang akan mengalami suatu proses pembelajaran dengan cara pemberian makan yang diawali terlebih dahulu dengan membunyikan bel, dan ketika pemberian makan tanpa membunyikan bel maka hewan anjing tersebut tidak akan datang walau merasa lapar, sedangkan pembelajaran yang dialami manusia dapat berkembang dengan cara belajar dan berpikir lanjut.
Manusia yang mengalami proses belajar yang merupakan rangkaian kegiatan menuju kedewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak yang menerima pendidikan dari orang tuanya manakala anak beranjak dewasa dan setelah mereka dewasa lalu menikah maka ia akan mendidik anak-anaknya yang belum tentu sama seperti proses pembelajaran yang ia peroleh dari orang tuanya (belajar dan berpikir lanjut). Begitu juga pada sekolah dan perguruan tinggi dimana siswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus, diantaranya; 1) mempersiapkan generasi muda untuk memegang peran-peran tertentu pada masa mendatang, 2) mentransfer pengetahuan sesuai dengan peran yang diharapkan, dan 3) mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup manusia di dalam bermasyarakat dan peradabannya.
Butir kedua dan ketiga mengandung makna bahwa pendidikan bukan hanya tansfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian dapat menjadi helper bagi umat manusia. Pendidikan merupakan hal yang paling mendasar yang harus didapatkan oleh setiap individu sebagai pembentukan karakter dalam bersikap terhadap berbagai kondisi lingkungan. Pendidikan merupakan proses mendasar yang harus dilalui oleh setiap individu manusia. Proses pendidikan harus diterapkan sejak usia dini agar mudah terbentuk tujuan pendidikan dasar, sebagai fondasi awal yang disiapkan untuk memfilter cabang-cabang pendidikan yang akan dihadapi di masa datang. Cabang-cabang pendidikan yang menjadi pilihan individu sehingga dapat berkonsentrasi disalah satu bidang diantaranya, pendidikan dalam bidang sosial, ekonomi, sains, filsafat, dll. Pemilihan disalah satu bidang pendidikan diarahkan untuk membentuk individu menjadi profesional.
Agar dapat profesional seorang individu atau peserta didik harus memahami hakikat pendidikan itu sendiri, hakikat pendidikan (Tha nature of education) menurut Driyakara (1980) : adalah memanusiakan manusia muda, artinya bahwa proses pendidikan itu perlu dibina dengan konsep yang matang sejak dini secara kontinyu untuk melahirkan generasi bangsa yang berkompetensi.
Pendidikan merupakan proses seseorang untuk mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup dalam proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah/jenjang pendidikan), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (dictionary of education). Pemilihan pendidikan yang akan diambil sangat perlu untuk menentukan bakat, perlu perawatan terhadap bakat yang sudah ada dari pengaruh lingkungan yang dapat mengikis motivasi dalam memperoleh pendidikan pada peserta didik.
Pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu berada untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah laku dan sikapnya. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang akan dialami oleh individu dalam perkembangannya untuk menuju ketingkat kedewasaannya. Ciri-ciri pendidikan antara lain :
Pendidikan mengandung tujuan yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
Untuk mencapai tujuan itu pendidikan melakukan usaha terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan tekhnik penilaian yang sesuai.
Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (formal dan non formal).
Hakikat kehidupan manusia diarahkan untuk pembentukan kepribadian manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, susila, dan beragama (religius).
Ketika wakil presiden periode 2005-2009 Jusuf Kalla mengintruksikan bahwa “untuk meningkatkan mutu pendidikan maka harus diadakan Ujian Nasional”. sekarang terbukti hasil dari implementasi UN bukannya meningkatkan mutu pendidikan tetapi malah merusak pendidikan. terbukti dengan EBTANAS atau Ujian Nasional (UN) pun tidak meningkatkan mutu pendidikan. kenapa? dengan adanya UN/EBTANAS menekankan persaingan prestasi antar sekolah/almamater yang tidak menekankan peningkatkan kualitas pendidikan (semuanya semu). Semua berusaha menjadi no 1 untuk memperoleh prestasi hasil akhir UN di sekolah-sekolah walau ditempuh dengan jalan yang sebagian besar tidak bernilai positif. Pendidik, pengelola pendidikan, staf dan pengambil kebijakan pendidikan sampai peserta didik semua terlibat dalam pengrusakkan sistem pendidikan itu sendiri. Semua itu harus segera direkonstruksi jika memang harus sesuai yg diamanatkan di dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang semuanya berasal dari proses pendidikan. Negara harus segera mengambil keputusan semua penilaian diberikan sepenuhnya ke sekolah/ otonomi daerah dengan sesuai sistem dan sungguh-sungguh terimplementasi dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan 100% menerapkan keprofesionalan guru, misalnya : guru mengajar harus sesuai dengan kualifikasi pendidikannya, mendidik dengan melatih etika dalam pembelajaran kejujuran (menghilangkan kebiasaan memberikan jawaban ketika Ujian terlebih atas kesepakatan bersama semua pendidik, kreatifitas guru yang mengarah dan aktif mengaktifkan peserta didik dan menghidupkan suasana, dan yang paling penting dilakukan evaluasi setiap selesai pembelajaran secara kontinyu untuk mendapatkan standarisasi).
Ketidak profesionalan guru terjadi akibat adanya ketidak fahaman seorang pendidik dari arti hakikat pendidikan itu tersendiri bagaimana. Perlu pengarahan secara kompleks kepada pendidik serta kerjasama dari para pengambil kebijakan untuk menempatkan kualifikasi pendidikan dikompetensinya.
Kebijakan yang diambil harus berani diputuskan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan, melihat ketidak stabilan pendidikan yang terus menurun ditambah dengan banyaknya terjadi bencana besar di beberapa daerah, yang mengakibatkan kualitas pendidikan harus dimulai dari awal. Karena bagaimanapun fasilitas adalah salah satu pendukung besar dalam peningkatan mutu pendidikan.
Rekontruksi pendidikan harus terus dilakukan, terutama peningkatan pemahaman dalam arti hakikat pendidikan itu sendiri sebagai awal pembelajaran dan konsep serta tekhnis pembelajaran wilayah ilmu pendidikan bercorak teori mendidik ke-Indonesiaan. Sehingga dalam penerapan pembelajaran kepada para peserta didik tepat, dan menghasilkan produk yang mampu bersaing baik dalam lingkungan antar peserta didik, maupun lingkungan antar para pendidik dan pengelola pendidikan serta persaingan antar para pengambil kebijakan khususnya pemerintah, yang dalam hal ini berefek kepada indeks prestasi Negara di Dunia.
Tidak mudah untuk merombak sistem pendidikan yang seperti lingkaran setan ini, dapat dipecahkan dengan cepat, semua butuh proses dan pertumbuhan. Yang bertanggung jawab atas pendidikan tentunya semua para pengambil kebijakan sebagai awal intruksi untuk menerapkan pendidikan yang diharapkan dapat melahirkan para pendidik yang berkualitas secara intelektual dan spiritual, serta para pelaku pendidikan di lapangan.
HAKIKAT ILMU PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya, dimana manusia bersikap dengan aturan-aturan tertentu dengan berbagai landasan, diantaranya landasan pendidikan yang mencakup:
1. Landasan Sejarah 6. Landasan Sosial Budaya
2. Landasan Filsafat 7. Landasan Psikologis
3. Landasan Hukum 8. Landasan Ekonomi
4. Landasan Sosiologis 9. Landasan Ilmiah dan Tekhnologis
5. Landasan Kultural
1. Landasan Sejarah
a. Pendidikan Prakemerdekaan;
Pendidikan pada zaman penjajahan Belenda (prakemerdekaan) bersifat:
1. Aristokratis
Pendidikan yang bersifat aristokratis yaitu pendidikan yang bersifat “SARA” dan struktur kelembagaan, dimana pada saat itu pendidikan di Indonesia hanya berdasarkan stratifikasi sosial yang pada saat itu hanya didominasi oleh komunitas-momunitas adat yang pada umumnya berada di pulau Jawa, Sumatra dan Bali).
2. Dikotomis
Pendidikan yang bersifat dikotomis yaitu pendidikan yang sepenuhnya diatur oleh pemerintah kolonial Belanda tanpa memberikan hak sedikitpun pada pemerintahan yang berada di Indonesia (walau masih bersifat kerajaan/kesultanan) sehingga ada jedah (pembatas/pemisah) dalam perolehan proses pembelajaran antara anak dan keturunan kolonial Belanda, anak dan keturunan warga Indonesia yang bekerjasama dengan kolonial Belanda pada saat itu, dan warga indonesia secara umum yang terjajah.
3. Tidak berkeadilan
Pendidikan yang bersifat tidak berkeadilan yaitu pendidikan yang hanya memihak pada golongan tertentu diantaranya golongan anak dan keturunan bangsawan atau anak dan keturunan yang orang tuanya bekerjasama dengan pihak kolonial Belanda pada saat itu sehingga warga secara umum tidak mengenyam bangku pendidikan.
Dari ketiga hal tersebut bertujuan agar rakyat Indonesia secara umum mengalami kebodahan, sehingga penjajah pemerintahan kolonial Belanda menjadi kekal di tanah jajahanya tanpa adanya perlawanan dari rakyat Indonesia.
Tokoh pendidikan pada saat prakemerdekaan yang pada saat itu memperjuangkan pendidikan, diantaranya;
a. KH. Ahmad Dahlan yang mendirikan Organisasi Agama Islam yang kemudian berkembang menjadi Pendidikan Agama Islam yang kita kenal sekarang ini dengan nama Muhammadiah pada tahun 1912 di Yokyakarta yang bertujuan agar kaum muslim pada saat itu berahlak mulia, cakap, percaya diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan bangsa.
b. Ki Hajar Dewantara yang mendirikan pendidikan yang bernama Taman Siswa 1922 di Yokyakarta, dengan sistem dan metode pendidikannya diringkas pada empat keemasan yaitu asas taman siswa, panca darma, adat istiadat, dan semboyan atau perlambangan.
Mohamad Safei yang mendirikan pendidikan yang bernama sekolah Kayutanam, diberinama Kayutanam karena bangunan yang didirikannya di perkebunan Kayutanam pada tahun 1926 di daerah Sumatra Barat.[1]
b. Pendidikan Masa Revolusi
Pendidikan pada masa revolusi mulai disebarluaskan walau pada saat itu bangsa Indonesia belum merdeka sehingga penyebarannya belum merata oleh pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS) walau belum sampai kepelosok yang sangat terpencil, dimana saat itu di bawah kekuasaan penjajah Jepang yang sesuai dengan semboyang 3A produk Jepang untuk mencari simpati waraga bangsa Indonesia yang salah satu misinya adalah pendidikan dan kesempatan ini sangat dimanfaatkan oleh pemerintahan RIS saat itu karena ternyata pendidikan sangat penting agar bangsa tidak tertinggal dan tidak terjajah. Sehingga pada saat itu telah terbentuknya BPUPKI (28 mei 1945) dan PPKI (22 agustus 1945) yang telah merumuskan dengan jelas tentang Kebudayaan Nasional di dalam Pendidikan Nasional, tentang;
1. Pendidikan Nasional bersendikan kepada nilai-nilai agama dan kebudayaan bangsa menuju kepada keselamatan dan kebahagiaan.
2. Kebudayaan bangsa tumbuh dan berkembang sebagai hasil usaha budi daya rakyat indonesia seluruhnya.
Hal ini tampak jelas termuat dalam UUD 45 baik dalam pembukaan dan batang tubuh.[2]
c. Pendidikan Pasca kemerdekaan
Pendidikan pada masa pascakemerdekaan lebih disebarluaskan lagi keseluruh pelosok Indonesi yang bersifat:
1. pendidikan mandiri yang lebih berkeadilan berdasarkan 2 prinsip, yaitu;
a) Filsafat negara RI yang terkandung dalam pancasila
b) Kebudayaan kebangsaan indonesia
2. Perluasan dan pemerataan pendidikan secara kuantitatif
3. Praktek pendidikan di sekolah dan luar sekolah
2. Landasan Filasafat
Filsafat pendidikan adalah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam sampai keakar-akarnya mengenai pendidikan, sehingga dari hasil perenungan tersebut terdapat beberapa aliran filsafat, diantaranya;
1. Aliran esensialis yaitu aliran yang bertitik tolok dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya (kebudayaan). Sedangkan kebenaran yang lain yang belum terbukti dalam jangka waktu yang lama itu hanyalah kebenaran yang kebelulan saja. Penekanan pendidikannya adalah pembentukan logika dan intelektual.
2. Aliran parenialis yaitu aliran yang menganut kebenaran ada pada wahyu tuhan, aliran parenialis dianut oleh Agustinus dan Thomas Aquino.
3. Aliran progresivis yaitu aliran yang menganut hal-hal yang tidak pasti karen mengalami jiwa yang selalu perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah dan perbuatan nyata (tujuan dan kebenaran itu bersifat relatif). Aliran progresivis dianut oleh John Dewey.
4. Aliran rekonstruksionis yaitu aliran variasi dari progresivis yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki dan mengkantruksi kembali). Aliran rekontruksionis dianut oleh Callahan.
5. Aliran eksistensialis yaitu aliran yang menganut kenyataan atau kebenaran adalah eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri, manusia memiliki kebebasan yang menentukan keputusan dan komitmennya sendiri.[3]
3. Landasan Hukum
Landasan hukum pendidikan di Indonesia antara lain:
1. tertera pada UUD 1945 sebagai landasan hukum tertinggi di negara Indonesia yaitu pada;
a. Pasal 31 ayat 1 berbunyi Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran, dan ayat 2 berbunyi Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran.
b. Pasal 32 berbunyi Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia yang diatur dengan undang-undang.
2. UU RI No 2 th 1989 tentang pendidikan nasional, yaitu;
a. Pasal 1 ayat 2 berbunyi Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan nasional yang berdasarkan pada Pancasila & UUD 1945, dan pasal 1 ayat 7 berbunyi Tenaga pendidik adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Pasal 27 ayat 2 berbunyi tentang tenaga kependidikan mencakup tenaga pendidik, pengelola/kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembangan pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar, dimana oleh Yusuf Hadi Miarsodibuat dalam bentuk spektrum seperti di bawah.
4. Landasan Sosial Budaya
Manusia sebagai mahluk sosial yaitu manusia tidak dapat hidup tanpa ada hubungan antar individu, antar masyarakat, dan individu secara alami yang dibawah sejak manusia itu terlahir dimuka bumi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok dan struktur sosialnya.
Menurut Imran Manan, 1989 dan Hasan, 1983 dalam www.Wikipedia.Com menyatakan bahwa kebudayaan berisikan norma, kebiasaan, adaptasi, dan tradisi. Lebih lanjut Imran Manan, 1989 membagi menjadi 5 komponen kebudayaan yaitu: 1) gagasan; 2) ideologi; 3) norma; 4) teknologi; 5) benda dan menambahkan beberapa komponen diantaranya; 1) kesenian; 2) ilmu; dan 3) kepandaian.
Lebih lanjut beliau membagi kebudayaaan yang dapat dikelompokkan menjadi:
Kebudayaan umum yaitu kebudayaan Indonesia itu sendiri
2. Kebudayaan daerah yaitu kebudayaan yang berada di daerah-daerah seperti kebudayaan Buton, Raha, Sunda, Jawa, dll.
3. Kebudayaan popular yaitu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek dari kedua kebudayaan di atas.
5. Landasan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia yang dapat dipengaruhi oleh alam sekitar, karena itu jiwa dapat dikatakan inti dan kendali kehidupan manusia yang melekat pada diri manusia itu sendiri. Secara garis besar psikologi dapat dibedakan menjadi:
a. Psikologi Perkembangan, oleh Nana Syaodih (1988) dalam Indah Permanasari membagi 3, yaitu:
1. Pendekatan pentahapan yaitu perkembangan individu yang berjalan melalui dengan tahap-tahap tertentu. Dalam proses pendidikan haruslah melalui jenjang tahapan-tahapan baik dalam proses pembelajaran ataupun dalam sistem pendidikan itu sendiri.
2. Pendekatan diferensial yaitu pendekatan yang memandang setiap individu memiliki persamaan dan perbedaan yang dapat dijadikan dasar pengelompokan dengan menggabungkan perpedaan dan persamaan tersebut sehingga terjadi kelompok yang heterogen.
3. Pendekatan ipsatif yaitu pendekatan yang melihat karateristik yang dimiliki oleh individu atau pendekatan individual.
Lebih lanjut Stanley Hall dalam Indah Permanasari sebagai penganut teori Evolusi & Rekapitulasi membagi masa perkembangan anak menjadi:
a. Masa kanak-kanak yang berumur 0 – 4 tahun memiliki sifat segala sesuatu yang ada disekitarnya adalah kepunyaannya, pada usia 0 – 1 tahun selalu mengungkapkan perasaannya dengan cara menangis yang dapat disebabkan ia lapar, ia mengeluarkan kotoran dan atau ada benda asing.
b. Masa anak yang berumur 4 – 8 tahun memiliki sifat ingin tahu yang tinggi, sehingga anak pada usia tersebut sering mengeluarkan pertanyaan. Sebagai orang tua (guru) seharusnya memberikan jawaban yang benar dan masuk akal anak tersebut karena hal tersebut merupakan awal perkembangan otak anat tersebut.
Masa muda yang berumur 8 -12 tahun memiliki sifat cenderung berbuat salah dan selalu memcari perhatian pada orang yang lebih dewasa atas apa yang diperbuatnya, maka sikap aorang yang lebih dewasa (orang tua/guru) memperhatikan dan memberikan petunjuk yang seharusnya diperbuatnya).
d. Masa adolesen yang berumur 12 -18 tahun memiliki sifat ingin mencari perhatian dari lawan jenis dengan berbuat sesuatu tanpa membedakan itu baik atau buruk, karena pada usia tersebut seorang anak merupakan awal mendapatkan tanda-tanda kedewasaan dengan adanya mimpi basah pada laki-laki (13 tahun) dan menstruasi (12 tahun).
e. Masa dewasa yang berumur 18 keatas memiliki sifat ingin mencari pasangan hidup dan berpikir untuk membahagiakan pasangannya dengan mencari pekerjaan dan sebagainya.
b. Psikologi belajar
Belajar adalah proses dalam memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap seseorang yang belum mengetahui menjadi mengetahuinya. Ketika subyek belajar, responya meningkat dan bila terjadi hal sebaliknya (unlearning) angka responya menurun. Karena itu belajar didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam kemungkinan atau peluang terjadinya respon. Skinner dalam Gredler (1994).
Teori Vygotsky tentang belajar adalah memberikan sejumlah besar bantuan kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran sehingga anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, atau segala sesuatu yang memungkinkan siswa tumbuh mandiri (Slavin dalam Sudibyo, 2003). Teori belajar memberikan gambaran tentang aktivitas fisik dan mental yang dapat mempengaruhi tingkah laku dan membawa seseorang pada kondisi berperilaku positif atau negatif.
Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanent sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat/kecelakaan) dan mampu mengkomunikasikannya dgn orang lain.
Menurut Gagne (1979) yang membagi belajar atas beberapa prinsip:
1. Kontiguitas, yaitu dengan memberikan situasi/materi yang mirip degan harapan anak secara berturut-turut (beberapa kali)
2. Pengulangan, yaitu situasi dan respon anak yang diulang-ulang dan dipraktekkan agar belajar lebih sempurna serta pemahaman anak lebih lama diingat.
3. Penguatan, yaitu memberikan sesuatu (hadiah) atas hasil yang diperoleh anak untuk mempertahankan atau membuat respon itu.
4. Motivasi positif, yaitu menimbulkan rasa percaya diri siswa dalam proses belajar.
5. Tersedia materi yang lengkap, yaitu untuk memancing aktivitas anak sehingga anak lebih bergairah dalam proses belajar dan guru tidak mengalami kekurangan bahan ajar.
6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual anak untuk belajar, yaitu agar peserta didik (siswa) anak merasa lebih mengalami segala sesuatu yang diperoleh dalam proses pembelajaran.
7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak dalam belajar, yaitu guru dapat menggunakan penggabungan metode dan strategi apa saja yang ada dalam proses pembelajarar dengan satu tujuan agar siswa dapat memahami segala sesuatunya yang disampaikan.
8. Kejiawaan anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam belajar, agar anak memperhatikan segala sesutu yang disampaikan oleh guru pada saat proses belajar.
Dari kedelapan prinsip belajar menurut Gagne (1979) bertujuan agar siswa (peserta didik) dapat memahami dalam jangka waktu yang lama segala sesuatu yang disampaikan pada saat itu. Mengalami adalah salah satu ciri kegiatan belajar, kegiatan belajar-mengajar perlu menyediakan pengalaman yang nyata dalam kehidupan sehari-hari atau sesuatu yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah, dan prinsip ilmu yang dipelajari. Dengan demikian semua siswa diharapkan memiliki pengalaman langsung melalui semua panca indra (melihat, mendengar, meraba/merasakan, mencicipi/menikmati, dan mencium/membau) yang memungkinkan meraka dapat memperoleh informasi sebanyak mungkin.
Lebih lanjut Dimyati dan Mudjiono menggambarkan hakikat pendidikan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia
1. Guru sebagai pendidik melakukan rekayasa pembelajaran berdasarkan kurikulum yang berlaku,
2. Siswa sebagai peserta didik di sekolah yang memiliki kepribadian, pengalaman, dan tujuan dimana ia akan mengalami perembangan jiwa sesuai asas emansipasi diri menuju keutuhan dan kemandirian,
3. Guru menyususn desain intruksional untuk membelajarkan siswa,
4. Guru menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar,
5. Guru bertindak mengajar di kelas dengan maksud membelajarkan siswa dimana guru menggunakan asas mendidik maupun teori belajar,
6. Siswa bertindak belajar (mengalami proses dan meningkatkan kemampuan menthalnya),
7. Dengan berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tidak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi. Dari sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dan puncak proses belajar.
6. Landasan Ekonomi
Dana pendidikan di Indonesia sangat terbatas sehingga lembaga pendidikan berkewajiban untuk memperbayak sumber dana tersebut yang dapat digali dari berbagai sumber, seperti;
1. Dana dari pemerintah yang dapat diperoleh dalam bentuk proyek pembangunan, proyek penelitian, pertandingan karya ilmiah anak dan perlombaan-perlombaan lainnya,
2. Dana dari hasil kerjasama degan instansi lain seperti instansi pemerintah, swasta, dan dunia usaha. Kerjasama ini bisa dalam bentuk proyek penelitian, proyek pengembangan bersama, dan proyek pengabdian masyarakat,
3. Dana dari hasil membentuk pajak pendidikan yang dapat dirancang lewat kerjasama antar lembaga pendidikan, pemerintah setempat, dan masyarakat sehingga yang membayar pajak pendidikan bukan hanya orang tua yang anaknya bersekolah di sekolah tersebut, tetapi pajak tersebut dibayar oleh semua warga yang ada di daerah tersebut.
4. Dana yang diperoleh dari usaha-usaha lainnya, seperti;
a) Mengadakan seni pentas di masyarakat,
b) Menjual hasil karya nyata anak,
c) Membuat bazar,
d) Mendirikan toko keperluan personalia pendidik dan anak,
e) Mencari donatur tetap,
f) Mengumpulkan sumbangan, mengaktifkan BP 3,
Menurut jenisnya pembiayaan pendidikan dijadikan 3 kelompok, yaitu;
1. Dana rutin, ialah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti penelitian, pendidikan, gaji, pengabdian masyarakat, biaya pemeliharaan bangunan dll,
2. Dana pembangunan, ialah dana yang dipakai untuk pembangunan yang belum ada dalam berbagai bidang seperti pengadaan sarana dan prasarana, pengadaan alat belajar, media, dll,
3. Dana bantuan masyarakat termasuk SPP, untuk membiayai hal-hal yang tidak dianggarkan pada dana point 1 dan point 2 atau untuk memperbesar dana pada point 1 dan point 2,
4. Dana usaha lembaga sendiri, yang penggunaannya sama dengan
point 3.
7. Landasan Sosiologis
Manusia selalu hidup berkelompok, sesuatu yang terdapat pada makhluk hidup lainnya, yaitu hewan dimana ada pembagian kerja yang tetap pada anggotanya, ada ketergantungan antar anggota, ada kerjasama antar anggota, komunikasi, diskriminasi antar individu.
Sosiologis lahir pada abad ke-19 di Eropa, karea pergeseran pandangan tentang masyarakat, sebagai ilmu empiris yang memperoleh pijakan yang kukuh. Sosiologis sebagai ilmu yang otonom dapat lahir karena dapat terlepas dari pengaruh filsafat. Nama sosiologi pertama digunakan oleh August Comte (1798-11857) tahun 1839. Sosiologi merpakan ilmu pengetahun positif yang mempelajari masyarakat. Perilaku tersebut dapat dicontohkan dalam lingkungan sekolah diantaranya :
Hubungan kemanusiaan di lingkungan sekolah yang meliputi :
a. Sifat kebudayaan sekolah khususnya yang berbeda dengan kebudayaan di luar sekolah
b. Pola interaksi sosial/ struktur masyarakat sekolah.
Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya, yang dipelajari :
Peranan setiap guru
Sifat kepribadian guru
Pengaruh kepribadian guru terhadap tingkah laku siswa
Fungsi sekolah dalam sosialisasi anak-anak
Masyarakat Indonesia sebagai landasan sosiologis SISDIKNAS yaitu :
Ada interaksi antara warga-warganya
Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma hukum, dan aturan-aturan yang khas
Ada rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya, kesatuan wilayah, adat istiadat, rasa identitas, dan loyalitas terhadap kelompoknya, yang merupakan pangkal dari perasan bangga sebagai patriotisme, nasionalisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan sosial dll. (Wayan Ardhana, 1986 : Modul 1/68).
8. Landasan Kultural
Yaitu merupakan hal mengenai ide, gagasan, nilai dsb (ideal), kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan cara-cara mewariskan kebudayaan : terjadi dalam keluarga (in formal), melibatkan lembaga (formal), dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari (non formal).
9. Landasan Ilmiah dan Tekhnologis
Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu.
Ilmu pengetahuan (science) yang memenuhi criteria ontologism, epistemologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin yaitu ilmu pengembangan dan pemanfaatan IPTEK. Pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan diantaranya :penelitian dasar, terapan, pengembangan tekhnologi, biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius. Apakah langkah tersebut dapat diterima oleh masyarakat dan apakah dampaknya tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur dari masyarakat.
B. REORIANTASI ILMU PENDIDIKAN
Di Negara maju pemahaman dan penghayatan tentang tujuan dan hakekat pendidikan dalam arti filosofis, peranan ilmu pendidikan secara teoritis masih kurang sekitar abad 18 sampai 19 karena kebijakan Negara memfasilitasi dengan ilmu praktis. Karena tokoh-tokoh pendidikan di Negara maju adalah pejuang moral social. Namun pada masa kontemporer lambat laun pendidikan teoretis mulai berperan, semenjak masyarakat maju mulai merasa nyaman dengan ilmu pendidikan teoretis, teori ekonomi, maupun teori pendidikan sesuai dengan majunya pendidikan utamanya sesudah fase defresi ekonomi 1929/1930.
DI Indonesia, tak sempat mengembangkan ilmu pendidikan teoretis, melainkan juga landasan kefilsafatan pendidikan sebagai teori pendidikan (ISPI, 1989), sehingga pendidikan dalam bentuk mikro dan makro yang yang berkembang secara rasional saja terutama dengan dukungan ilmu-ilmu pendidikan praktis dan empirik. Sehingga dari penerapan pendidikan yang lebih cenderung kepada pendidikan praktis dan empirik, hanya akan terlahir sebuah gagasan baru untuk pengembangan pengetahuan metodologis. Sementara pendidikan untuk pengembangan teoritisnya tidak diperhatikan.
Melihat kondisi pendidikan sekarang yang mengalami dekonstruksi, perlu perhatian penuh dari para pengambil kebijakan dan yang terlibat secara komprehensif di dalamnya. Dekonstruksi pendidikan tersebut tidak mudah untuk dipulihkan stabil, membutuhkan kerjasama dari semua pihak, artinya dalam dunia pendidikan harus ada penyeimbang dalam penerapannya, khususnya kepada peserta didik sebagai objek terlaksananya pendidikan. manusia mempunyai otak kiri dan kanan sebagai penyeimbang, begitupun pendidikan harus ada penyeimbang dalam pelaksanaannya.
Pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang diantara penerapan konsep teoritis dan praktisnya mempunyai keseimbangan dalam pembagaian dari pada ilmu pendidikan. Seperti yang dikatakan oleh Ali Syaifullah, H.A. dalam bagan Sistematika Pembagian daripada ilmu:
Dari bagan tersebut menerangkan bahwa terdapat dua hubungan timbal balik dalam fenomena pendidikan yaitu pendidikan pengembangan praktis dan pengembangan pendidikan teoritis.
C. Wilayah Ilmu Pendidikan Bercorak Teori Mendidikan ke-Indonesiaan.
Khusus untuk pendidikan di Indonesia, terdapat sejumlah asas yang yang member arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan itu. Asas-asas tersebut bersumber, baik dari kecnderungan umum pendidikan di dunia maupun yang bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah upaya pendidikan di Indonesia. Ke-3 asas tersebut dipandang sangat relevan dengan upaya pendidikan, baik masa kini maupun masa depan. Oleh karena itu setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan tepat ke-3 asas tersebut agar dapat menerapkannya dengan semestinya dalam penyelenggaraaan pendidikan sekolah.
Asas asas tersebut yaitu :
1. Tutwuri Handayani
Asas ini menjadi semboyanDEPDIKBUD, yang pada awalnya merupakan salah satu dari : Asas 1922 yakni 7 buah asas dari perguruan nasional Taman Siswa (didirikan tanggal 3 Juli 1992). Sebagai asas pertama, tutwuri handayani merupakan dari system Among dari perguruan tinggi itu. Asas ataupun semboyan tutwuri handayani oleh Kihajar Dewantara itu mendapat tanggapan positif dari Drs. R.M. P Sostrokartino (Filsuf dan Ahli Bahasa) dengan menambahkan 2 semboyan untuk mlengkapinya, yaitu :
a. Ingarso Sungtulodo (jika di depan member contoh) dan,
Ingmadya Mangun Karso (jika di tengah-tengah membangkitkan kehendak, hasrat/motivasi. (Tirtarahardja :hal 27/2005)
Dan tutwuri handayani (jika di belakang, mengikuti dengan awas).
Ketujuh asas tahun 1922 tersebut itu yaitu :
Bahwa setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam perikehidupan umum
Bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah, yang dalam arti lahir dan batin dapat memerdekakan diri
Bahwa pengajaran harus berdasar pada kebudayaan dan kebangsaan sendiri
Bahwa pengajaran harus tersebar luas sampai dapat menjangkau kepada seluruh rakyat
Bahwa untuk mengejar kemerdekaan hidup yang sepenuh-penuhnya lahir dan batin hendaklah diusahakan dengan kekuatan sendiri dan menolak bantuan apapun dan dari siapapun yang mengikat baik berupa ikatan lahir maupun batin
Bahwa sebagai konsekuensi hidup dengan kekuatan sendiri mutlak harus membelanjai sendiri segala usaha yang dilakukan
Bahwa dalam mendidik anak-anak perlu, baik adanya alasan lahir ataupun batin unuk mengembangkan segla kepentingan kebahgiaan dan keselamatan anak-anak.
2. Asas Belajar Sepanjang Hayat (life long learning)
UNESCO Institute for Education (UIE Hamburg) pendidikan seumur hidup adalah harus:
Meliputi seluruh hidup setiap individu
Mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan dan penyempurnaan secara sistematis pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat meningkatkan kondisi hidupnya
Tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri (self fulfillment) setiap individu
Meningkatkan kemampuan dan motivasi untuk belajar mandiri
Mengalami kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi.
3. Asas Kemandirian dalam Belajar
Asas belajar sepanjang hayat erat kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tutwuri handayani pada prinsipnya bertolak dariaasumsi kemampuan siswa untuk mandiri. Dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) sendiri mungkin dikembangkan kemandirian dalam belajar itu dengan menghindari campur tangan guru, namun guru selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan. Asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan apabila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayat apabila selalau tergantung dari bantuan guru dan orang lain.
Perwujudan asas kemandirian dalam belajarakan menempatkan guru dalam peran utama sebagai fasilitator (sumbe belajar) dan motivator (mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar itu), di samping peran-peran sebagai informatory, organisator, dsb.
Hal tersebut harus dikembangkan di intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler atau latar perguruan tinggi. Dimulai tatap muka dimanfaatkan dalam kegiatan terstruktur dan kegiatan mandiri.
Kegiatan intrakurikuler, membentuk konsep-konsep dasar dan cara-cara pemanfaatan berbagai sumber belajar yang akan menjadi dasar pengembangan kemandirian belajar di dalam bentuk-bentuk kegiatan terstruktur dan mandiri. Kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
Adapun ciri-ciri yang diisyaratkan oleh spektrum ke-Indonesiaan program studi dan jurusan antar fakultas yang berkembang dalam lingkungan UPI dan mengingat kepedulian lintas bidang dari kalangan non spesialis, selain bersifat sistematis, krisis, metodologis serta komprehenshif. (UNJ, 2009)
1. Beraspirasi Otonomi
Ilmu pendidikan yang berayun antara mandiri dan perlu bantuan hasil ilmu lain yang lebih maju mengenali karakteristik perilaku manusia, bukan proses perkembangan individual sewajarnya ataupun terwujudnya proses sosialisasi, melainkan ialah kematangan dan kemandirian dalam relasi dengan sesama diri sendiri dan lingkungan di alam itu sendiri.
Komprehensif, secara menyeluruh dalam proses pendidikan dari intelektual sampai kepada pendidikan spiritual
Kritis, tidak begitu saja menerima ilmu yang disampaikan
Metodologis, proses pendidikan secara sistematis dan logis
Sistematis, proses pendidikan secara teratur, mengandur makna dan tujuan tertentu
Dasar Kefilsafatan, proses pemanusiaan manusia muda pendidikan berpendirian sendiri sekurangnya secara minimum tentang hakekat manusia sebagai makhluk pendidikan.
Suka
Be the first to like this.