Kondisi saat ini dalam aplikasi pendidikan di Indonesia masih mengedepankan intelegensi analitis dan mengenyampingkan intelegensi-intelegensi lainnya seperti, kreatif dan praktis. Padahal intelegensi analitis tidak melahirkan banyak selain dari konsep-konsep pengetahun, sementara karakter individu itu lain-lain kemampuannya. Banyak individu yang berkompetensi dari intelegensi kreatif dan praktis, namun jika disekolah tidak diseimbangkan penerapan intelegensi-intelegensi tersebut pada peserta didik, maka perubahan progressif pendidikan akan mengalami perubahan yang sangat lambat sekali.
Implementasi intelegensi analitis, kreatif dan praktis yang ditunjang dengan multiplle intelligence termasuk intelegensi emosional di dalamnya, harus dirumuskan dan diterapkan pada tingkatan-tingkatan sekolah sebagai awal pembelajaran kedepannya untuk menjadi individu yang ahli dan professional.
Intelegensi merupakan kemampuan manusia untuk melakukan sesuatu yang baik dalam menyelesaikan masalah.
Intellgensi harus diterapkan dalam proses pembelajaran dalam setiap tingkatan di sekolah bahkan sampai perguruan tinggi, baik itu intelegensi umum (analitis, kreatif, praktis), maupun 8 intelegensi khusus dan intelegensi emosional.
Intelegensi merupakan kemampuan dasar yang menjadi dasar utama untuk menentukan dan mencapai kesuksesan seseorang. Kecerdasan ini sangat di pengaruhi oleh faktor internal dan eksternal diri seseorang. Meskipun masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ahli psikologi namun secara sederhana jenis-jenis kecerdasan di bagi atas, keterampilan verbal, keterampilan matematis, kemampuan ruang dan kemampuan musical.
Semua intelligensi bermuara di otak, otak kanan dan otak kiri yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mempengaruhi dan memperkuat. Tidak ada perbedaan diantara otak kanan dan otak kiri manusia
Saran Penulis
Perlu ada upaya untuk dapat menyimpulkan pengertian dari intelegensi secara seragam sehingga kemudian di peroleh metode yang tepat dalam mengukur tingkat kecerdasan seseorang.
Implementasi intelegensi tersebut dapat direalisasikan secara kontinyu untuk mendapatkan hasil yang bermanfaat besar untuk peserta didik khususnya dan sekolah umumnya.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan manusia yang sekaligus membedakan manusia dengan mahluk hidup lainnya, kita ketahui manusia memiliki otak seperti halnya juga hewan, namun otak pada hewan hanya dipergunakan untuk mempelajari segala sesuatunya berdasarkan kebiasaan tanpa dapat mengembangkannya (belajar dan berpikir lanjut) karena cara berpikir yang terjadi pada hewan berdasarkan instingnya.
Hal ini dapat kita lihat jika seekor anjing sebagai salah satu hewan yang paling pandai dan mudah untuk di ajar (bersahaja dengan manusia) yang akan mengalami suatu proses pembelajaran dengan cara pemberian makan yang diawali terlebih dahulu dengan membunyikan bel, dan ketika pemberian makan tanpa membunyikan bel maka hewan anjing tersebut tidak akan datang walau merasa lapar, sedangkan pembelajaran yang dialami manusia dapat berkembang dengan cara belajar dan berpikir lanjut.
Manusia yang mengalami proses belajar yang merupakan rangkaian kegiatan menuju kedewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak yang menerima pendidikan dari orang tuanya manakala anak beranjak dewasa dan setelah mereka dewasa lalu menikah maka ia akan mendidik anak-anaknya yang belum tentu sama seperti proses pembelajaran yang ia peroleh dari orang tuanya (belajar dan berpikir lanjut). Begitu juga pada sekolah dan perguruan tinggi dimana siswa diajar oleh guru dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungsi sekaligus, diantaranya; 1) mempersiapkan generasi muda untuk memegang peran-peran tertentu pada masa mendatang, 2) mentransfer pengetahuan sesuai dengan peran yang diharapkan, dan 3) mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup manusia di dalam bermasyarakat dan peradabannya.
Butir kedua dan ketiga mengandung makna bahwa pendidikan bukan hanya tansfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian dapat menjadi helper bagi umat manusia. Pendidikan merupakan hal yang paling mendasar yang harus didapatkan oleh setiap individu sebagai pembentukan karakter dalam bersikap terhadap berbagai kondisi lingkungan. Pendidikan merupakan proses mendasar yang harus dilalui oleh setiap individu manusia.
Proses pendidikan harus diterapkan sejak usia dini agar mudah terbentuk tujuan pendidikan dasar, sebagai fondasi awal yang disiapkan untuk memfilter cabang-cabang pendidikan yang akan dihadapi di masa datang. Cabang-cabang pendidikan yang menjadi pilihan individu sehingga dapat berkonsentrasi disalah satu bidang diantaranya, pendidikan dalam bidang sosial, ekonomi, sains, filsafat, dll. Pemilihan disalah satu bidang pendidikan diarahkan untuk membentuk individu menjadi profesional.
Agar dapat profesional seorang individu atau peserta didik harus memahami hakikat pendidikan itu sendiri, hakikat pendidikan (Tha nature of education) menurut Driyakara (1980) : adalah memanusiakan manusia muda, artinya bahwa proses pendidikan itu perlu dibina dengan konsep yang matang sejak dini secara kontinyu untuk melahirkan generasi bangsa yang berkompetensi.
Pendidikan merupakan proses seseorang untuk mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat mereka hidup dalam proses sosial yang terjadi pada orang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah/jenjang pendidikan), sehingga mereka dapat memperoleh perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimum (dictionary of education).
Pemilihan pendidikan yang akan diambil sangat perlu untuk menentukan bakat, perlu perawatan terhadap bakat yang sudah ada dari pengaruh lingkungan yang dapat mengikis motivasi dalam memperoleh pendidikan pada peserta didik.
Pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu berada untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang sifatnya permanen (tetap) dalam tingkah laku dan sikapnya. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai sarana untuk persiapan hidup yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan sekarang yang akan dialami oleh individu dalam perkembangannya untuk menuju ketingkat kedewasaannya. Ciri-ciri pendidikan antara lain :
1. Pendidikan mengandung tujuan yaitu kemampuan untuk berkembang sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.
2. Untuk mencapai tujuan itu pendidikan melakukan usaha terencana dalam memilih isi (materi), strategi, dan tekhnik penilaian yang sesuai.
3. Kegiatan pendidikan dilakukan dalam lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat (formal dan non formal).
Hakikat kehidupan manusia diarahkan untuk pembentukan kepribadian manusia, yaitu manusia sebagai makhluk individu, makhluk sosial, susila, dan beragama (religius).
Ketika wakil presiden periode 2005-2009 Jusuf Kalla mengintruksikan bahwa “untuk meningkatkan mutu pendidikan maka harus diadakan Ujian Nasional”. sekarang terbukti hasil dari implementasi UN bukannya meningkatkan mutu pendidikan tetapi malah merusak pendidikan. terbukti dengan EBTANAS atau Ujian Nasional (UN) pun tidak meningkatkan mutu pendidikan. kenapa? dengan adanya UN/EBTANAS menekankan persaingan prestasi antar sekolah/almamater yang tidak menekankan peningkatkan kualitas pendidikan (semuanya semu).
Semua berusaha menjadi no 1 untuk memperoleh prestasi hasil akhir UN di sekolah-sekolah walau ditempuh dengan jalan yang sebagian besar tidak bernilai positif. Pendidik, pengelola pendidikan, staf dan pengambil kebijakan pendidikan sampai peserta didik semua terlibat dalam pengrusakkan sistem pendidikan itu sendiri. Semua itu harus segera direkonstruksi jika memang harus sesuai yg diamanatkan di dalam UUD 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, yang semuanya berasal dari proses pendidikan. Negara harus segera mengambil keputusan semua penilaian diberikan sepenuhnya ke sekolah/ otonomi daerah dengan sesuai sistem dan sungguh-sungguh terimplementasi dalam meningkatkan mutu pendidikan dengan 100% menerapkan keprofesionalan guru, misalnya : guru mengajar harus sesuai dengan kualifikasi pendidikannya, mendidik dengan melatih etika dalam pembelajaran kejujuran (menghilangkan kebiasaan memberikan jawaban ketika Ujian terlebih atas kesepakatan bersama semua pendidik, kreatifitas guru yang mengarah dan aktif mengaktifkan peserta didik dan menghidupkan suasana, dan yang paling penting dilakukan evaluasi setiap selesai pembelajaran secara kontinyu untuk mendapatkan standarisasi).
Ketidak profesionalan guru terjadi akibat adanya ketidak fahaman seorang pendidik dari arti hakikat pendidikan itu tersendiri bagaimana. Perlu pengarahan secara kompleks kepada pendidik serta kerjasama dari para pengambil kebijakan untuk menempatkan kualifikasi pendidikan dikompetensinya.
Kebijakan yang diambil harus berani diputuskan disesuaikan dengan kebutuhan pendidikan, melihat ketidak stabilan pendidikan yang terus menurun ditambah dengan banyaknya terjadi bencana besar di beberapa daerah, yang mengakibatkan kualitas pendidikan harus dimulai dari awal. Karena bagaimanapun fasilitas adalah salah satu pendukung besar dalam peningkatan mutu pendidikan.
Rekontruksi pendidikan harus terus dilakukan, terutama peningkatan pemahaman dalam arti hakikat pendidikan itu sendiri sebagai awal pembelajaran dan konsep serta tekhnis pembelajaran wilayah ilmu pendidikan bercorak teori mendidik ke-Indonesiaan. Sehingga dalam penerapan pembelajaran kepada para peserta didik tepat, dan menghasilkan produk yang mampu bersaing baik dalam lingkungan antar peserta didik, maupun lingkungan antar para pendidik dan pengelola pendidikan serta persaingan antar para pengambil kebijakan khususnya pemerintah, yang dalam hal ini berefek kepada indeks prestasi Negara di Dunia.
Tidak mudah untuk merombak sistem pendidikan yang seperti lingkaran setan ini, dapat dipecahkan dengan cepat, semua butuh proses dan pertumbuhan. Yang bertanggung jawab atas pendidikan tentunya semua para pengambil kebijakan sebagai awal intruksi untuk menerapkan pendidikan yang diharapkan dapat melahirkan para pendidik yang berkualitas secara intelektual dan spiritual, serta para pelaku pendidikan di lapangan.